Contoh Feature Perjalanan_Godaan Sunset di Pantai Santolo


Feature Perjalanan


Godaan Sunset di Pantai Santolo



    Angin kencang menyambutku dengan semangat ketika aku tiba di kawasan Pameungpeuk pada waktu dimana  matahari sudah berada di upuk barat yang siap  untuk kembali ke kediamannya dengan membekaskan kenangan indah bagi setiap insan. Ku sisir garis Pantai  selatan dari arah timur yaitu dari pantai Cipatujah sampai  pantai  Santolo dengan hati  yang sangat rindu akan seuatu yang begitu indah dengan harapan yang begitu besar dan juga dengan rasa lelah di  seluruh tubuh. Hembusan angin laut menambah sejuknya hati, damainya pikiran, juga ia menandakan bahwa aku akan segera sampai ke tempat yang ku tuju. Ku pacu terus kuda besi temanku, beat biru melesat maju ke arah yang dituju.

            Tigapuluh ribu telah membawaku melayang seperti permadani yang ada di cerita Aladin. Bukan melayang di udara, melainkan melayang di dalam ketakutan yang nyata yang dia tidak bisa dipaksa untuk tenang sampai merasakan putus asa. Kuda besi tak mau  melambat karena ia tak mau tertinggal oleh sesamanya yang juga akan menikmati indahnya ciptaan yang maha kuasa. Rasa lelah menghampiri setiap penunggang, perut lapar juga kompak berdatangan. Kami parkir motor di tepi jalan yang sudah penuh dengan pasir pantai. Memang benar ada pasir  pantai, tapi bukan pantai ini yang kami tuju. Pantai ini hanyalah sebuah tempat wisata yang kurang aman karena tidak bisa untuk berenang. Ombaknya pun marah-marah seperti larangan untuk bersenang-senang. Kami istrahat di pantai ini, mengobati rasa lelah dan juga rasa lapar. Memang pantai Cipatujah ini sebuah tempat wisata,  tapi hanya terbatas di pantainya saja tanpa bisa bercanda ria di dalam air.
            Kuda dipecut lagi,  tenaga dikerahkan lagi, pertempuran di jalan langsung kami hadapi. Lima jam kami hadapi segala rintangan yang ada di jalanan, debu, polusi, motor, mobil, truk, bis, gunung, tikungan tajam, jalan sempit, tanjakan curam, dan rasa takut kehilangan jejakpun kami alami. Semua  itu telah terbayarkan dengan hanya memasuki pintu masuk tempat wisata yang kami tuju. Motorpun kami parkir di tempat yang strategis yang bisa keluar kapan saja tanpa terhalang oleh yang lain. Memang seharusnya sepeti itu, tapi pada hari sabtu tanggal 16 Juni itu sangat padat akan pengunjung. Jadi kami harus bisa memilih tempat yang tepat untuk hal ini. Tempat tidur kuda telah siap, tinggal diikat saja agar tidak kehilangan dia. Setelah itu kami mencari tempat tinggal penunggangnya yang merasa kelelahan juga merasa sangat senang. Kami memmilih penginapan yang dekat dengan motor dan juga dengan pusat  keramaian di sana. Rumah makanan, rumah pakaian, rumah perhiasan bergelinang di sekeliling penginapan kami. Setelah itu kami istirahat dulu, membenamkan wajah ke bantal seharga enam ratus ribu rupiah yang dibayar oleh tiga belas orang. Meski satu petak namun kami bahagia, Tasikmalaya Garut punya cerita.
            Hari mulai menjelang sore, jam tanganku menunjukkan pukul 16:45. Aku, Dudi, Nino, Ridwan, Ardi, Agung, Enggang, Ofa, Yosep, Ade Ana, dan Sidqi berencana untuk ke pantai karena ingin menikmati ramainya suasana sore hari  di pantai Santolo tersebut. Memandang lautan lepas yang etah dimana ujungnya. Namun ketika kami dalam perjalanan, aku harus kembali ke penginapan untuk memberikan kunci kepada Yopi yang ada di sana bersama Gin-Gin yang memilih  diam dan tidur saja karena kelelahan. Akhirnya aku sendirian pergi ke pantai untuk menyusul teman-temanku dengan mengikuti arah orang-orang yang menuju ke pantai juga. Tidak lama aku keluar dari hiruk-pikuk pasar kecil itu dan menjumpai pemandangan yang luar biasa indah dan menyejukkan hati yang melihat. Seolah beban hidup telah lenyap ditelan ombak serta disapu angin dan di terangi oleh cahaya matahari. Kegelapan itu lenyap tak tersisa dikalahkan oleh cahaya kesejukkan.
            Benda bulat di atas langit, warna orange tak luput menyelimuti. Pancaran cahaya indah merayu, menyinari laut hingga gemerlap seolah semua itu adalah lukisan seniman terhebat. Benda itu terus menerus jatuh, seolah akan tenggelam ke dalam lautan. Sungguh ciptaan Tuhan tidak ada batasan. Daratan kecil menjorok ke selatan, seperti ekor pari yang sedang menyelam di dasar laut. Ku telusuri  tumpukan batuan itu, tuk mencapai ujung dari ekor tersebut. Ku tergoda dengan rayuan sunset pantai Santolo sampai lupa niat pertamaku untuk mencari temanku. Ku sisir pantai itu dengan mataku, melihat suka rianya orang-orang yang bebas tak terbelenggu. Ku pandangi matahari itu sampai ia terlihat cahayanya saja. Langit-langit sudah mulai redup, kumandang adzan tanda maghrib sudah terdengar dengan merdunya. Ku balik ke penginapanku, meninggalkan alam yang mulai meredup. Memenuhi panggilan Illahi dan berdoa’a tuk esok hari. Kuharap tak  ada yang di ganti, keindahan harus tetap di hati.
            Hari mulai pagi, orang-orang  bergemuruh bagaikan badai di musim hujan. Perahu-perahu penuh dengan tumpangan tuk menyeberang ke hutan lindung yang rimbun nan hijau. Pengunjung mulai berdatangan, menumpuk bagaikan baju di pasar swalayan. Hari yang cerah menjadi idaman setiap insan yang berkasmaran. Dengan alam kita harus saling menyayangi, agar alam tidak menjadi bahan bencana. Akhlak di utamakan, jangan semena-mena meski dalam kebebasan. Aku sangat kesal dengan dengan sifat malasku. Padahal pagi- pagi buta aku sudah berada di pantai. Namun teman-temanku mengajak aku kembali dulu ke penginapan. Niat mereka untuk mengjak yang lain untuk nyebrang ke paantai sebelah, namun aku malah ketiduran di kasur dengan nyaman tanpa beban. Namun akhirnya beban itu muncul setelah aku bangun dan meihat foto-foto yang mereka ambil ketika di daerah tersebut. Aku menyesal karena tidaak bisa ikut dengan mereka. Aku hanya bisa menikmati pantai tanpa menikmati hutan yang begitu  asri dan nyaman.
            Waktu dzuhur waktu dimana orang-orang istirahat, makan, dan sembahyang. Begitupun dengan kami. Namun kami di lanjutkan pulang ke Tasikmalaya. pengunjung semakin banyak dan semakin menumpuk. Jalanan macet , panjang seperti antrian semut. Temanku menemukan jalan pintas agar tidak terjebak macet dan tidak disangka kami menyusuri pantai tersebut ke arah barat. Pesisir itu banyak dijadikan sebagai tempat berkemah  dan kamipun mampir dulu di pantai tersebut karena kami rasa  itu cukup untuk menghilangkan jenuh  setelah mengalami kemaacetan.




Muhamad Iqbal Maulana     
Mahasiswa STAI Al-Fatah Bogor

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Ceramah Singkat (Larangan Putus Asa)

Contoh Paragraf Narasi,Persuasi,Deskripsi, Eksposisi,Argumentasi, dan Resensi Buku

Contoh Menulis Sebab Akibat ( cause and effect )