PROVOKASI KAUM SALIB UNTUK MEREBUT BAITUL MAQDIS DARI UMAT ISLAM
PROVOKASI KAUM SALIB UNTUK MEREBUT BAITUL MAQDIS DARI UMAT ISLAM
Proses Berlangsungnya Perang Salib
Perang Salib (Holy war) dalam sebagain literature mengungkapkan masa terjadinya antara tahun 1096 sampai 1291. Perang ini dinamakan Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen memakai tanda Salib sebagai atribut pemersatu dan
sebagai simbol perang suci dalam melakukan penyerangan ke dunia Islam. Menurut analisis penulis, pembesar-pembesar Kristiani memang paham betul emosi keagamaan umat Kristiani. Dengan simbol tanda Salib akan mudah menggugah emosi keagamaan mereka. Terbukti, dalam tiga kali periode penyerangan tersebut, umat Kristiani cukup banyak yang turut ambil bagian dalam perang tersebut. Dalam masa peperangan itu, menang dan kalah silih berganti antara pasukan Islam dan pasukan Salib.
Perang Salib berlangsung hampir mencapai dua abad lamanya. Dari waktu yang demikian panjang itu , bisa dibayangkan, betapa banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Bila diukur dari waktu berkangsungnya Perang Salib, secara global dibagi atas tiga periode, sebagai berikut:
Periode pertama : disebut periode penaklukan umat Kristinani yang berlangsung dari tahun 1096-1144 M.
Periode kedua : disebut sebagai periode reaksi umat Islam yang berlangsung dari tahun 1144-1192 M.
Periode ketiga : disebut sebagai periode kehancuran pasukan Salib yang berlangsung dari tahun 1192 hingga 1291.
a. Periode Pertama (1096-1144 M).
Seruan Perang Salib yang menggoncang dunia ini, meruakan hasil keraj keras Paus Urbanus II dalam kampanyenya di kalangan Keuskupan Agung. Di samping itu didukung oleh kampanye yang sama dikalangan masyarakat luas yang dilakukan oleh seorang penginjil bernama Peters Amin. Peters Amin sangat gencar dan aktif melakukan kamanye dan boleh di katakan kampanyenya sukses mengngugah emosi keagamaan masyarakat Eropa.
Hasil kerja keras dari dua juru kampanye (jurkam) Perang Salib yaitu Paus Urbanus II dan Peters Amin, maka dimulai pada 1096 tepatnya musim semi, berkumpullah sebanyak 150.000 tentara Eroa yang sebagian besar berasal dari Perancis dan Normandia. Pasukan Perang Salib ini berkumpul di Konstantinopel. Dalam perjalanan mereka menuju Paletina melalui Asia Kecil, banyak pasukan bergabung, sehingga jumlah pasukan mencapai 300.000 orang. Namun sangat disayangkan, pasukan sebanyak ini tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, mereka banyak melakukan perbuatan brutal, perampokan, mabuk-mabukan dan perzinahan pada tempat-tempat yang mereka laui.
Tindakan pasukan Salib ini menyebabkan kemarahan bangsa Bulgaria dan Hongaria, yang segera memberikan serangan hingga pasukan Salib berantakan dan sisanya dihadapi langsung oleh pasukan Bani Saljuk.
Pada perang pertama ini, rombongan tentara Salib seluruhnya binasa sebelum mereka dapat membebaskan Baitul Maqdis. Reputasi pasukan Salib pertama ini menandakan mereka tidak dibekali pengetahuan strategi perang dan etika perang, dalam hal ini nampaknya Paus Urbanus II dan Peters Amin hanya membekali pasukan Salib tersebut dengan kebencian dan dendam terhadap umat Islam.
Hancurnya pasukan Salib pertama, segera disusul oleh bangkitnya pasukan Salib berikutnya setahun kemudian yaitu pada tahun 1097. Kali ini tentara Salib menyebrang selat Bosor, memasuki Asia Kecil dan memblokade kota Nicea. Selama sebulan kota ini dikepung sampai akhirnya dapat ditaklukan pada tanggal 18 Juni 1097 M. Setahun kemudian pasukan Salib dapat melumpuhkan Raha (Edessa), Syiria Utara hingga Antokia.
Pada bulan juni 1099, bergerak lagi tentara Salib melanjutkan penyerbuannya. Kali ini sasaran mereka adalah Baitul Maqdis, selama kurang lebih satu bulan mereka mengepung kota suci ini, akhirnya mereka berhasil menguasainya, tepatnya pada tanggal 15 Juli 1099 M. Di kota ini mereka bertindak kejam, melakukan pembantaian bukan saja terhadap umat Islam tetapi juga terhadap orang- orang Yahudi dan Nasrani setempat yang tidak mau bekerjasama dengan mereka.
Dengan berhasilnya pasukan Salib menguasai Maitul Maqdis dan kota-kota disekitarnya, maka mereka dapat mendirikan empat kerajaan Latin, yaitu:
a. Kerajaan Latin I di Edesssa ( 1096 M) yang dipimpin oleh raja Boldwin.
b. Kerajaan Latin II di Antokia (1098 M)yang dipimpin oleh raja Bahemond.
c. Kerajaan Latin III di Baitul Maqdis (1099 M) dipimpin oleh raja Godfrey.
d. Kerajaan Latin IV di Tripolo (1099 M) dipimpin oleh Raymond.15
Berdasarkan informasi di atas, maka dalam periode pertama Perang Salib, umat Islam mengalami kekalahan, sementara pasukan Salib dapat merealisasikan tujuan utamanya yaitu menguasai Baitul Maqdis dari kekuasaan Islam. Menurut analisa penulis, penyebab kekalahan pasukan Islam atas pasukan Salib, antara lain; ketidak siapan pasukan Islam dalam menghadai pasukan Salib dan berkobarnya semangat perang Pasukan Salib untuk merebut Baitul Maqdis dan memperoleh keuntungan ekonomi dalam peperangan.
b. Periode kedua (1144-1192 M)
Periode ini merupakan periode kebangkitan umat Islam setelah menderita kekalahan melawan kekuatan tentara Salib yang dapat menguasai wilayah Syiria dan Palestina pada tahun 1144 M. Dibawa pimpinan Imad al-Din Zanki, tentara Islam berjuang dengan sungguh-sungguh merebut kembali beberapa kota yang jatuh ketangan tentara Salib antara lain; Aleppo, Hamimah dan kaota-kota lainnya hingga Edessa.
Pada tahun 1146 M Imad al-Din Zanki wafat, maka perjuangan dilanjutkan oleh putranya bernama Nur al-Din Zanki. Dibawah pimpinannya, beberapa kota di sekitar Antokia dapat dikuasainya pada tahun 1149 M. Dua tahun kemudian Pasukan Islam merebut kembali kota di sekitar Edessa dan bahkan tentara Islam sempat menangkap Emir Edessa. Selanjutnya pada tahun 1164 M Nur al-Din Zanki berhasil menaklukan kota Antokia dan menyandera Emir Bahemond III dan sekutunya Raymond III. Keduanya dibebaskan setelah membayar tebusan dalam jumlah besar.
Peperangan dilanjutkan dengan mengerahkan tentara Islam untuk membebaskan Mesir dalam tahun 1196 M. Jatuhnya daerah-daerah kekuasaan tentara Kritiani ke tangan umat Islam memancing emosi tentara Salib untuk mengobarkan Perang salib berikutnya, akan tetapi gerakan mereka mendapat perlawanan sengit dari pasukan Nuruddin Zanki Nasib pemimpin tentara Salib, Louis IV dan Condrad II melarikan diri dan pulang ke negerinya.
Pada tahun 1174 M, pasukan Islam berkabung atas wafatnya pemimpin tentara Islam terbaik, Nur al-Din Zanki, selanjutnya pimpinan perang di pegang oleh Shalah al- Din al-Ayyubi (seorang pendiri Dinasti Ayyubiah di mesir). Dibawa pimpinannya tentara Islam semakin berjaya; keberhasilan pertama yang dicetak pasukan Islam yaitu keberhasilannya mengembalikan Baitul Maqdis kepangkuan umat Islam dalam tahun 1187 M, mesjid Aqsapun kembali mengumandangkan Azan, sementara pasukan Salib banyak yang menjadi tawanannya.
Perjuangan tentara Salib selanjutnya dipimpin raja Jerman Frederick Barbarosa, Raja Inggris Richardo dan Raja Perancis Philip August. Pada pertempuran ini, Raja Fredirick tewas, sedangkan Philip dan Richardo berhadapan dengan tentara Islam di Akka. Pasukan Islam berhasil mundur teratur untuk menyusun strategi, sementara pasukan Salib tidak berhasil memasuki kota suci Baitul Maqdis. Peperangan ini berlangsung samai tahun 1192 M.
Keunggulan asukan Salib di Akka, belum dapat memuluskan jalan mereka untuk data segera membebaskan Baitul Maqdis, sebab mereka masih harus melalui perjuangan yang sangat berat menghadapi tentara Islam yang senantiasa menggalang kekuatan. Di samping itu namaknya Raja Richardo merasa berat dan jenuh melanjutkan peperangan dan memilih menawarkan gencatan senjata melaui surat,21 maka pada tanggal 2 Juli 1192 M lahirlah apa yang disebut dengan “shulh al-Ramlah,” yang berisi dua keseakatan, yaitu:
1. Daerah pantai sekitar Akka dalam kekuasaan tentara Salib
2. Palestina tetap dibawa kekuasaan Islam , akan tetapi jamaah Kristen diizinkan berziarah ke baitul Maqdis dengan persyaratan tidak boleh membawa senjata.
Dengan disahkannya perjanjian tersebut, maka baitul Maqdis tetap berada di tangan umat Islam. Beberapa bulan setelah pengesahan dua kesepakatan tersebut di atas, pada tanggal 3 Maret 1193 M, Salahuddin al-Ayyubi tutup usia dalam usia 55 tahun dan beliau di makamkan di Syiria.
c. Periode ketiga (1193-1291 M)
Skala prioritas pasukan Salib pada periode ini adalah menguasai Mesir. Berdasarkan ertimbangan ekonomi, bahwa jika Mesir dapat di kuasai, mereka dapat memperoleh keuntungan besar dalam peperangan, sebab dari Mesir akan terbuka kesematan untuk memasuki Laut Merah dan mengembangkan perdagangan ke Hindia dan kepulauan Hindia sebelah Timur (sekarang Indonesia). Beberapa tahun setelah pasukan Salib berhasil menduduki Konstantinopel, pada tahun 1218 M, mereka menyerang Mesir, tetapi tidak berhasil dan hanya dapat menguasai kota Dimyat sebagai pintu gerbang strategi untuk memasuki Mesir. Dalam tahun 1229 M pimpinan tentara Salib Frederick mengadakan perundingan damai dengan Malik al- Kamil penguasa Mesir dari Dinati Ayyubiah. Isi perjanjian tersebut adalah Baitul Maqdis diserahkan ke tentara Salib dan sebagai gantinya Dimyat diserahkan keada tentara Islam. Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, baitul Maqdis kembali kepangkuan pasukan Salib dengan Frederick II sebagai rajanya. Tetai setelah melalui beberapa pertempuran melawan tentara Salib, Baitul Maqdis dapat direbut kembali oleh penguasa Dinasti Ayyubiah, al-Malik al-Shaleh putra al-Malik pada tahun 1247 M.
Perlawanan tentara Salib dilanjutkan oleh Dinasti Mamalik pada tahun 1263 M. Al-Malik al-Zahir Baybars berhasil menaklukan kota-kota Caesarea dan Akka. Keberhasilan yang sama juga terjadi dalam menaklukan Yaffa dan kota Antokia yang merupakan benteng pertahanan tentara Salib dalam tahun 1271 M. Perjuangan Baybars dilanjutkan oleh Sultan Qalawun yang memerintah ditahun 1279-1290 M. Dibawa pemerintahannya Laziqiyah dan Tripoli dapat ditaklukan dalam tahun 1289 M. ada tahun itu pula Sultan Qalawun mempersiapkan tentaranya untuk menaklukan daerah-daerah yang masih dikuasai tentara Salib, namun di meninggal sebelum usaha tersebut berhasil. Usahanya dilanjutnya oleh putranya, Asyraf Khalil yang berkuasa dalam tahun 1290-1293 M. Pada tanggal 5 April 1291 M, ia menyerang dan mengepung kota Akka dan berhasil menguasai kota tersebut pada tanggal 28 Mei 1291 M. Selanjutnya, kota-kota yang dikuasai tentara Salib satu demi satu jatuh ketangan pasukan Islam, termasuk Baitul Maqdis. Tanggal 14 Agustus 1291 M kekuasaan tentara Salib sudah lenyap di Timur Tengah. Adapun sisa-sisa tentara Salib, selanjutnya melarikan diri melalui jalan laut dan kebanyakan mereka mengungsi ke Ciprus.
Kemenangan demi kemenangan yang diraih tentara Islam pada periode terakhir ini, sangat didukung oleh pimpinan perang yang tangguh dan berani; beberapa pemimpin tentara Islam yang terakhir yaitu Malik al-Kamil, Shaleh al-Kamil, Sultan Qalawun dan Asyraf Khalil berhasil memberikan kekalahan pasukan Salib. Di samping itu tentara-tentara Islam juga merupakan pasukan-pasukan yang terlatih di medan perang.
e. Dampak Perang Salib
Sejak terjadinya perang Salib yang pertama, sampai lenyapnya kaum Salib dan kekuasaannya di Timur merupakan suatu peristiwa yang maha penting yang dicatat oleh sejarah. Kisah peristiwa tersebut akan ditransfer terus oleh generasi demi generasi. Perang Salib tidak hanya meninggalkan hasil-hasil yang negative, misalnya kemusnahan dan kehancuran fisik khususnya di Negara-negara Islam, tetapi juga meninggalkan hasil-hasil yang positif terutama terhadap bangsa Eropa. Sekalipun bangsa Eropa gagal melaksanakan cita-cita utamanya, yaitu pembebasan Palestina dari kekuasaan umat Islam.
Selama kurang lebih tiga Abad berlangsungnya Perang Salib, dampak-dampak poisitif yang diperoleh bangsa Eropa, antara lain:
1. Bertambahnya wilayah kerajaan Byzantium, sehingga sanggup mengerem dan menghalang-halangi penyerangan Bani Saljuk ke Eropa. Seandainya kerajaan Byzantium goyah, maka besar peluang Bani Saljuk manaklukan sebagian Eropa.
2. Pasukan Salib dapat berkenalan dengan kebudayaan Islam yang sudah sangat maju, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga orang Barat berdatangan ke Timur untuk belajar dan menggali ilmu untuk kemudian mereka sebar luaskan di Eropa.
3. Manusia mulai kritis terhadap berita-berita pembukaan negeri baru yang dibawa Marcopolo dalam mencari benua Amerika di abad ke-13 sebagai langkah awal bagi perjalanan Colombus ke Amerika pada tahun 1492.
4. Kontak perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat. Mesir dan Syiria sangat besar artinya bagi lintas perdagangan Barat. Kekayaan kerajaan dan rakyat kian melimpah ruah. Keadaan seperti ini kian tahun bertambah pesat, sehingga membuk jalan perdagangan sampai ke Tanjung Harapan dan lama kelamaan perdagangan dan kemajuan Timur berpindah ke Barat.
Dari uraian tersebut di atas, tampaklan bahwa Perang Salib memberikan dampak yang lebih menguntungkan bagi dunia Eropa dan atau dunia Barat. Peperangan ini memberi pengaruh terhadap kemajuan peradaban Eropa. Sebaliknya bagi umat Islam, sekalipun berhasil menghancurkan dan mengusir tentara Salib dari Timur, sebenarnya tidak mendapat manfaat dalam perkembangan budaya dan peradaban, melainkan mendatangkan kehancuran. Karena Perang Salib berlangsung di daerah- daerah kekuasaan Islam.
C. Kesimpulan
1. Selain faktor agama yang menjadi pemicu terjadinya Perang Salib, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah ambisi politik dan ekonomi.
2. Perang Salib berlangsung hampir dua abad, kalah dan menang silih berganti antara pasukan Salib dengan tentara Islam.
3. Salahuddin al-Ayyubi merupakan pimpinan tentara Islam yang sangat popular dalam Perang Salib. Dia ditakuti sekaligus dikagumi oleh pasukan. Kesuksesannya dalam memukul mundur Pasukan Salib menjadi barometer bagi pemimpin-pemimpin tentara Islam kemudian dalam mengudir pasukan Salib dari Timur.
4. Perang Salib menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak dan khusus bagi dunia Islam, Perang Salib telah meninggalkan dampak yang negative karena menyebabkan terjadinya kemusnahan dan kehancuran fisik. Tetapi sebaliknya bagi dunia Eropa, Perang Salib banyak memberikan sumbangsih bagi perkembangan peradaban dan budaya Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Syamzan Syukur (Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alaudin Makasar) Perang Salib Dalam Bingkai Sejarah.
Proses Berlangsungnya Perang Salib
Perang Salib (Holy war) dalam sebagain literature mengungkapkan masa terjadinya antara tahun 1096 sampai 1291. Perang ini dinamakan Perang Salib karena ekspedisi militer Kristen memakai tanda Salib sebagai atribut pemersatu dan
sebagai simbol perang suci dalam melakukan penyerangan ke dunia Islam. Menurut analisis penulis, pembesar-pembesar Kristiani memang paham betul emosi keagamaan umat Kristiani. Dengan simbol tanda Salib akan mudah menggugah emosi keagamaan mereka. Terbukti, dalam tiga kali periode penyerangan tersebut, umat Kristiani cukup banyak yang turut ambil bagian dalam perang tersebut. Dalam masa peperangan itu, menang dan kalah silih berganti antara pasukan Islam dan pasukan Salib.
Perang Salib berlangsung hampir mencapai dua abad lamanya. Dari waktu yang demikian panjang itu , bisa dibayangkan, betapa banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Bila diukur dari waktu berkangsungnya Perang Salib, secara global dibagi atas tiga periode, sebagai berikut:
Periode pertama : disebut periode penaklukan umat Kristinani yang berlangsung dari tahun 1096-1144 M.
Periode kedua : disebut sebagai periode reaksi umat Islam yang berlangsung dari tahun 1144-1192 M.
Periode ketiga : disebut sebagai periode kehancuran pasukan Salib yang berlangsung dari tahun 1192 hingga 1291.
a. Periode Pertama (1096-1144 M).
Seruan Perang Salib yang menggoncang dunia ini, meruakan hasil keraj keras Paus Urbanus II dalam kampanyenya di kalangan Keuskupan Agung. Di samping itu didukung oleh kampanye yang sama dikalangan masyarakat luas yang dilakukan oleh seorang penginjil bernama Peters Amin. Peters Amin sangat gencar dan aktif melakukan kamanye dan boleh di katakan kampanyenya sukses mengngugah emosi keagamaan masyarakat Eropa.
Hasil kerja keras dari dua juru kampanye (jurkam) Perang Salib yaitu Paus Urbanus II dan Peters Amin, maka dimulai pada 1096 tepatnya musim semi, berkumpullah sebanyak 150.000 tentara Eroa yang sebagian besar berasal dari Perancis dan Normandia. Pasukan Perang Salib ini berkumpul di Konstantinopel. Dalam perjalanan mereka menuju Paletina melalui Asia Kecil, banyak pasukan bergabung, sehingga jumlah pasukan mencapai 300.000 orang. Namun sangat disayangkan, pasukan sebanyak ini tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, mereka banyak melakukan perbuatan brutal, perampokan, mabuk-mabukan dan perzinahan pada tempat-tempat yang mereka laui.
Tindakan pasukan Salib ini menyebabkan kemarahan bangsa Bulgaria dan Hongaria, yang segera memberikan serangan hingga pasukan Salib berantakan dan sisanya dihadapi langsung oleh pasukan Bani Saljuk.
Pada perang pertama ini, rombongan tentara Salib seluruhnya binasa sebelum mereka dapat membebaskan Baitul Maqdis. Reputasi pasukan Salib pertama ini menandakan mereka tidak dibekali pengetahuan strategi perang dan etika perang, dalam hal ini nampaknya Paus Urbanus II dan Peters Amin hanya membekali pasukan Salib tersebut dengan kebencian dan dendam terhadap umat Islam.
Hancurnya pasukan Salib pertama, segera disusul oleh bangkitnya pasukan Salib berikutnya setahun kemudian yaitu pada tahun 1097. Kali ini tentara Salib menyebrang selat Bosor, memasuki Asia Kecil dan memblokade kota Nicea. Selama sebulan kota ini dikepung sampai akhirnya dapat ditaklukan pada tanggal 18 Juni 1097 M. Setahun kemudian pasukan Salib dapat melumpuhkan Raha (Edessa), Syiria Utara hingga Antokia.
Pada bulan juni 1099, bergerak lagi tentara Salib melanjutkan penyerbuannya. Kali ini sasaran mereka adalah Baitul Maqdis, selama kurang lebih satu bulan mereka mengepung kota suci ini, akhirnya mereka berhasil menguasainya, tepatnya pada tanggal 15 Juli 1099 M. Di kota ini mereka bertindak kejam, melakukan pembantaian bukan saja terhadap umat Islam tetapi juga terhadap orang- orang Yahudi dan Nasrani setempat yang tidak mau bekerjasama dengan mereka.
Dengan berhasilnya pasukan Salib menguasai Maitul Maqdis dan kota-kota disekitarnya, maka mereka dapat mendirikan empat kerajaan Latin, yaitu:
a. Kerajaan Latin I di Edesssa ( 1096 M) yang dipimpin oleh raja Boldwin.
b. Kerajaan Latin II di Antokia (1098 M)yang dipimpin oleh raja Bahemond.
c. Kerajaan Latin III di Baitul Maqdis (1099 M) dipimpin oleh raja Godfrey.
d. Kerajaan Latin IV di Tripolo (1099 M) dipimpin oleh Raymond.15
Berdasarkan informasi di atas, maka dalam periode pertama Perang Salib, umat Islam mengalami kekalahan, sementara pasukan Salib dapat merealisasikan tujuan utamanya yaitu menguasai Baitul Maqdis dari kekuasaan Islam. Menurut analisa penulis, penyebab kekalahan pasukan Islam atas pasukan Salib, antara lain; ketidak siapan pasukan Islam dalam menghadai pasukan Salib dan berkobarnya semangat perang Pasukan Salib untuk merebut Baitul Maqdis dan memperoleh keuntungan ekonomi dalam peperangan.
b. Periode kedua (1144-1192 M)
Periode ini merupakan periode kebangkitan umat Islam setelah menderita kekalahan melawan kekuatan tentara Salib yang dapat menguasai wilayah Syiria dan Palestina pada tahun 1144 M. Dibawa pimpinan Imad al-Din Zanki, tentara Islam berjuang dengan sungguh-sungguh merebut kembali beberapa kota yang jatuh ketangan tentara Salib antara lain; Aleppo, Hamimah dan kaota-kota lainnya hingga Edessa.
Pada tahun 1146 M Imad al-Din Zanki wafat, maka perjuangan dilanjutkan oleh putranya bernama Nur al-Din Zanki. Dibawah pimpinannya, beberapa kota di sekitar Antokia dapat dikuasainya pada tahun 1149 M. Dua tahun kemudian Pasukan Islam merebut kembali kota di sekitar Edessa dan bahkan tentara Islam sempat menangkap Emir Edessa. Selanjutnya pada tahun 1164 M Nur al-Din Zanki berhasil menaklukan kota Antokia dan menyandera Emir Bahemond III dan sekutunya Raymond III. Keduanya dibebaskan setelah membayar tebusan dalam jumlah besar.
Peperangan dilanjutkan dengan mengerahkan tentara Islam untuk membebaskan Mesir dalam tahun 1196 M. Jatuhnya daerah-daerah kekuasaan tentara Kritiani ke tangan umat Islam memancing emosi tentara Salib untuk mengobarkan Perang salib berikutnya, akan tetapi gerakan mereka mendapat perlawanan sengit dari pasukan Nuruddin Zanki Nasib pemimpin tentara Salib, Louis IV dan Condrad II melarikan diri dan pulang ke negerinya.
Pada tahun 1174 M, pasukan Islam berkabung atas wafatnya pemimpin tentara Islam terbaik, Nur al-Din Zanki, selanjutnya pimpinan perang di pegang oleh Shalah al- Din al-Ayyubi (seorang pendiri Dinasti Ayyubiah di mesir). Dibawa pimpinannya tentara Islam semakin berjaya; keberhasilan pertama yang dicetak pasukan Islam yaitu keberhasilannya mengembalikan Baitul Maqdis kepangkuan umat Islam dalam tahun 1187 M, mesjid Aqsapun kembali mengumandangkan Azan, sementara pasukan Salib banyak yang menjadi tawanannya.
Perjuangan tentara Salib selanjutnya dipimpin raja Jerman Frederick Barbarosa, Raja Inggris Richardo dan Raja Perancis Philip August. Pada pertempuran ini, Raja Fredirick tewas, sedangkan Philip dan Richardo berhadapan dengan tentara Islam di Akka. Pasukan Islam berhasil mundur teratur untuk menyusun strategi, sementara pasukan Salib tidak berhasil memasuki kota suci Baitul Maqdis. Peperangan ini berlangsung samai tahun 1192 M.
Keunggulan asukan Salib di Akka, belum dapat memuluskan jalan mereka untuk data segera membebaskan Baitul Maqdis, sebab mereka masih harus melalui perjuangan yang sangat berat menghadapi tentara Islam yang senantiasa menggalang kekuatan. Di samping itu namaknya Raja Richardo merasa berat dan jenuh melanjutkan peperangan dan memilih menawarkan gencatan senjata melaui surat,21 maka pada tanggal 2 Juli 1192 M lahirlah apa yang disebut dengan “shulh al-Ramlah,” yang berisi dua keseakatan, yaitu:
1. Daerah pantai sekitar Akka dalam kekuasaan tentara Salib
2. Palestina tetap dibawa kekuasaan Islam , akan tetapi jamaah Kristen diizinkan berziarah ke baitul Maqdis dengan persyaratan tidak boleh membawa senjata.
Dengan disahkannya perjanjian tersebut, maka baitul Maqdis tetap berada di tangan umat Islam. Beberapa bulan setelah pengesahan dua kesepakatan tersebut di atas, pada tanggal 3 Maret 1193 M, Salahuddin al-Ayyubi tutup usia dalam usia 55 tahun dan beliau di makamkan di Syiria.
c. Periode ketiga (1193-1291 M)
Skala prioritas pasukan Salib pada periode ini adalah menguasai Mesir. Berdasarkan ertimbangan ekonomi, bahwa jika Mesir dapat di kuasai, mereka dapat memperoleh keuntungan besar dalam peperangan, sebab dari Mesir akan terbuka kesematan untuk memasuki Laut Merah dan mengembangkan perdagangan ke Hindia dan kepulauan Hindia sebelah Timur (sekarang Indonesia). Beberapa tahun setelah pasukan Salib berhasil menduduki Konstantinopel, pada tahun 1218 M, mereka menyerang Mesir, tetapi tidak berhasil dan hanya dapat menguasai kota Dimyat sebagai pintu gerbang strategi untuk memasuki Mesir. Dalam tahun 1229 M pimpinan tentara Salib Frederick mengadakan perundingan damai dengan Malik al- Kamil penguasa Mesir dari Dinati Ayyubiah. Isi perjanjian tersebut adalah Baitul Maqdis diserahkan ke tentara Salib dan sebagai gantinya Dimyat diserahkan keada tentara Islam. Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, baitul Maqdis kembali kepangkuan pasukan Salib dengan Frederick II sebagai rajanya. Tetai setelah melalui beberapa pertempuran melawan tentara Salib, Baitul Maqdis dapat direbut kembali oleh penguasa Dinasti Ayyubiah, al-Malik al-Shaleh putra al-Malik pada tahun 1247 M.
Perlawanan tentara Salib dilanjutkan oleh Dinasti Mamalik pada tahun 1263 M. Al-Malik al-Zahir Baybars berhasil menaklukan kota-kota Caesarea dan Akka. Keberhasilan yang sama juga terjadi dalam menaklukan Yaffa dan kota Antokia yang merupakan benteng pertahanan tentara Salib dalam tahun 1271 M. Perjuangan Baybars dilanjutkan oleh Sultan Qalawun yang memerintah ditahun 1279-1290 M. Dibawa pemerintahannya Laziqiyah dan Tripoli dapat ditaklukan dalam tahun 1289 M. ada tahun itu pula Sultan Qalawun mempersiapkan tentaranya untuk menaklukan daerah-daerah yang masih dikuasai tentara Salib, namun di meninggal sebelum usaha tersebut berhasil. Usahanya dilanjutnya oleh putranya, Asyraf Khalil yang berkuasa dalam tahun 1290-1293 M. Pada tanggal 5 April 1291 M, ia menyerang dan mengepung kota Akka dan berhasil menguasai kota tersebut pada tanggal 28 Mei 1291 M. Selanjutnya, kota-kota yang dikuasai tentara Salib satu demi satu jatuh ketangan pasukan Islam, termasuk Baitul Maqdis. Tanggal 14 Agustus 1291 M kekuasaan tentara Salib sudah lenyap di Timur Tengah. Adapun sisa-sisa tentara Salib, selanjutnya melarikan diri melalui jalan laut dan kebanyakan mereka mengungsi ke Ciprus.
Kemenangan demi kemenangan yang diraih tentara Islam pada periode terakhir ini, sangat didukung oleh pimpinan perang yang tangguh dan berani; beberapa pemimpin tentara Islam yang terakhir yaitu Malik al-Kamil, Shaleh al-Kamil, Sultan Qalawun dan Asyraf Khalil berhasil memberikan kekalahan pasukan Salib. Di samping itu tentara-tentara Islam juga merupakan pasukan-pasukan yang terlatih di medan perang.
e. Dampak Perang Salib
Sejak terjadinya perang Salib yang pertama, sampai lenyapnya kaum Salib dan kekuasaannya di Timur merupakan suatu peristiwa yang maha penting yang dicatat oleh sejarah. Kisah peristiwa tersebut akan ditransfer terus oleh generasi demi generasi. Perang Salib tidak hanya meninggalkan hasil-hasil yang negative, misalnya kemusnahan dan kehancuran fisik khususnya di Negara-negara Islam, tetapi juga meninggalkan hasil-hasil yang positif terutama terhadap bangsa Eropa. Sekalipun bangsa Eropa gagal melaksanakan cita-cita utamanya, yaitu pembebasan Palestina dari kekuasaan umat Islam.
Selama kurang lebih tiga Abad berlangsungnya Perang Salib, dampak-dampak poisitif yang diperoleh bangsa Eropa, antara lain:
1. Bertambahnya wilayah kerajaan Byzantium, sehingga sanggup mengerem dan menghalang-halangi penyerangan Bani Saljuk ke Eropa. Seandainya kerajaan Byzantium goyah, maka besar peluang Bani Saljuk manaklukan sebagian Eropa.
2. Pasukan Salib dapat berkenalan dengan kebudayaan Islam yang sudah sangat maju, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga orang Barat berdatangan ke Timur untuk belajar dan menggali ilmu untuk kemudian mereka sebar luaskan di Eropa.
3. Manusia mulai kritis terhadap berita-berita pembukaan negeri baru yang dibawa Marcopolo dalam mencari benua Amerika di abad ke-13 sebagai langkah awal bagi perjalanan Colombus ke Amerika pada tahun 1492.
4. Kontak perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat. Mesir dan Syiria sangat besar artinya bagi lintas perdagangan Barat. Kekayaan kerajaan dan rakyat kian melimpah ruah. Keadaan seperti ini kian tahun bertambah pesat, sehingga membuk jalan perdagangan sampai ke Tanjung Harapan dan lama kelamaan perdagangan dan kemajuan Timur berpindah ke Barat.
Dari uraian tersebut di atas, tampaklan bahwa Perang Salib memberikan dampak yang lebih menguntungkan bagi dunia Eropa dan atau dunia Barat. Peperangan ini memberi pengaruh terhadap kemajuan peradaban Eropa. Sebaliknya bagi umat Islam, sekalipun berhasil menghancurkan dan mengusir tentara Salib dari Timur, sebenarnya tidak mendapat manfaat dalam perkembangan budaya dan peradaban, melainkan mendatangkan kehancuran. Karena Perang Salib berlangsung di daerah- daerah kekuasaan Islam.
C. Kesimpulan
1. Selain faktor agama yang menjadi pemicu terjadinya Perang Salib, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah ambisi politik dan ekonomi.
2. Perang Salib berlangsung hampir dua abad, kalah dan menang silih berganti antara pasukan Salib dengan tentara Islam.
3. Salahuddin al-Ayyubi merupakan pimpinan tentara Islam yang sangat popular dalam Perang Salib. Dia ditakuti sekaligus dikagumi oleh pasukan. Kesuksesannya dalam memukul mundur Pasukan Salib menjadi barometer bagi pemimpin-pemimpin tentara Islam kemudian dalam mengudir pasukan Salib dari Timur.
4. Perang Salib menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak dan khusus bagi dunia Islam, Perang Salib telah meninggalkan dampak yang negative karena menyebabkan terjadinya kemusnahan dan kehancuran fisik. Tetapi sebaliknya bagi dunia Eropa, Perang Salib banyak memberikan sumbangsih bagi perkembangan peradaban dan budaya Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Syamzan Syukur (Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alaudin Makasar) Perang Salib Dalam Bingkai Sejarah.
Komentar
Posting Komentar