Kekuasaan Pancasila
Kekuasaan Pancasila
Kekuasaan
adalah kemampuan seseorang atau lembaga dalam memaksakan kehendaknya terhadap
orang lain atau lembaga lain. Kekuasaan mampu memberikan jalan bagi pemenuhan
kebutuhan dan mewujudkan kepentingan seseorang, baik ketika terjadi perbenturan
antara kepentingan dan kebutuhan orang lain maupun lembaga lain. Pancasila
sebagai sebuah dasar negara yang merupakan kristalisasi kehendak dan
kepentingan seluruh bangsa Indonesia akan mampu mencapai tujuan berdirinya
negara atau lembaga, ketika ia menerima legitimasi bahwa ia, Pancasila, adalah
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Ia menerima legitimasi dan diakui oleh
seluruh bangsa Indonesia untuk menjadi dasar filsafat berdirinya negara ini.
Kekuasaan itu telah kita berikan. Pada saat yang bersamaan kita menyerahkan
kekuasaan kita menyangkut kebebasan dan kemerdekaan kepada negara. Setelah itu
negara akan berfungsi sebagaimana kehendak kita yang terkristalkan dalam
Pancasila. Kekuasaan kita sekali lagi kita berikan ketika pemerintah
terbentuk
dan sekali lagi ketika lembaga perwakilan kita dalam negara terbentuk. Legitimasi-legitimasi yang telah kita berikan ini menjadikan negara menjadi sangat berkuasa, sedemikian berkuasanya bahkan ia dapat menginterpretasikan dasar negara, Pancasila secara acak. Sementara itu,dasar negara memerlukan negara (dan kekuasaan yang menyertainya) untuk melegitimasi dirinya sendiri sebagai dasar negara. Dengan kata lain, berfungsinya dasar negara atau ideologi bersandar kepada legitimasi kekuasaan oleh negara. Sebaliknya negara memerlukan legitimasi moral dan kekuasaan untuk berdiri, yaitu dasar negara atau ideologi sebagai sumber segala sumber kebijakan.
Kekuasaan negara yang buta ini dapat selalu menerjemahkan, bahkan menunggangi dasar negara, sesuai kepentingan si negara tersebut. Sementara itu, fungsi negara terletak di tangan lembaga-lembaganya, yaitu pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Secara tidak langsung, kepentingan para pemegang kekuasaan ini selalu bisa mendapatkan legitimasi dari dasar negara. Sebaliknya, sebuah dasar negara mebutuhkan legitimasi para pemegang kekuasaan itu untuk mencapai eksistensinya sebagai dasar negara.
Kekacauan dapat terjadi ketika dasar negara mungkin saja diartikan oleh kekuasaan sebagaimana maunya para pemegang kekuasaan. Alias, para pemegang kekuasaan dapat saja berlindung di balik ketiak dasar negara untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Pancasila sebagai sebuah ideologi yang selalu terbuka terhadap semua interpretasi (apalagi interpretasi kekuasaan) selalu mengalami bahaya tersebut. Sementara itu klaim apa saja dapat diajukan oleh kekuasaan terhadap legitimasi Pancasila kepada kekuasan negara tersebut, karena Pancasila harus ditopang oleh kekuasaan negara agar eksistensinya terwujud. Pancasila yang menjadi dasar filosofis berdirinya negara, secara riil sangat tergantung pada kekuasaan negara agar dapat mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, sebagaimana kekuasaan negara membutuhkan legitimasi Pancasila dalam setiap kebijakannya, sehingga seluruh bangsa akan mematuhinya.
Mensikapi AHOK
Dalam mensikapi fenomena ahok
kita sebagai muslim sudah tau bahwa janganlah memilih pemimpin dari non
muslim,maka dari itu sebaiknya kita itu memilih yang seakidah dengan kita agar
jalan pikiran dalam beragamanya sama. Sudah jelas dalam ayat Alquran tentang
larangan untuk memilih wali dari orang non muslim terus megapa kita masih saja
ingin mendukung yang non muslim. Jika ada yang seakidah dengan kita kenapa kita
tidak mendukungnya.
Dalam hal ini kita sebagai umat islam harus jeli dalam
segala macam persoalan yang bersangkutan dengan akidah. Dalam kasus penistaan
agama maka dia wajib dihukum karena sudah mencemarkan nama baik dan menghina
islam.
Perlu diketahui,dalam islam sendiri ada dua jenis kafir. Yaitu
kafir yang baik dan kafir yang memusuhi. Dengan kafir yang baik kita sebagai
umat islam harus hidup rukun dan tidak saling menjatuhkan,akan tetapi jika ada
kafir yang memusuhi dan membahayakan maka kita di wajibkan untuk
menyingkirkannya.
Islam tidak benci china tidak benci kafir,akan tetapi
membenci orang yang perbuatannya dapat menghancurkan tatanan hidup umat islam.
Karena
dalam kasus ini banyak informasi-informasi yang bersangkutan dengan ajaran
islam dan bertolak belakang maka hal ini jangan dibiarkan begitu saja. Hukum
itu harus adil agar rakyat merasa puas akan kebijakan pemerintah. Ada istilah
Islam mayoritas maka kafir akan tenang dan damai akan tetapi jka umat islam
minoritas maka umat islam akan selalu dalam bahaya dan tersisihkan atau
teraniyaya.
Komentar
Posting Komentar